Dari sudut pandang agama bisa dijawab dengan mengatakan bahwa manusia diciptakan Allah dengan segala kekurangan. Dalam satu ayat al-Quran disebutkan bahwa ketika manusia diciptakan Allah, sudah inheren dalam jiwanya dua potensi: (1) berbuat kebajikan (dimensi takwa); dan (2) berbuat kejahatan (dimensi fujur). Itu yang pertama.
Kedua, seorang muslim juga bisa menjadi teroris karena pemahamannya yang tidak proporsional tentang agama, baik karena kesalahan metodenya maupun karena kedangkalan ilmu agamanya. Dari segi metode, mereka yang cenderung memahami agama secara literal (dhahiry) misalnya, akan potensial menjadi pemeluk agama yang ekstrem. Demikian juga yang dangkal (setengah-setengah) ilmu agamanya. Di antara aspek agama yang paling sering ditafsirkan secara literal dan dangkal adalah konsep mengenai jihad fi sabilillah yang dianggap identik dengan aksi-aksi fisik seperti perang mengangkat pedang, senapan, atau meledakkan bom.
Selain itu, ketidakadilan politik global juga sangat potensial melahirkan teroris, termasuk dari kalangan muslim. Kebijakan politik dunia yang tidak adil terhadap beberapa negara muslim misalnya, telah menimbulkan perlawanan dari segenap muslim yang menyadari betul ketidakadilan itu. Sialnya, karena tidak berdaya melawan secara terang-terangan, ada di antaranya yang menempuh jalur inkonvensional, yakni dengan cara kekerasan dan teror.
Kalau memang demikian, cara yang paling proporsional untuk menghindari kemungkinan tindakan teror, bagi muslim adalah dengan cara memperbaiki kembali pemahaman dan implementasi keislamannya.
Sementara itu, bagi Amerika dan Rusia harus meninjau kembali dan memperbaiki kebijakan-kebijakan politik hubungan internasionalnya. Sayangnya, baik Amerika maupun Rusia (terutama Amerika) tampaknya tidak menyadari (atau pura-pura tidak tahu) adanya ketidakadilan dari kebijakan-kebijakan politik internasional yang ditempuhnya. Lantas, untuk menghapus terorisme, bukannya dengan cara memperbaiki kebijakan-kebijakan yang ditempuhnya, malah dengan menempuh jalan pintas: menggalang kekuatan dan menyerukan perang terhadap terorisme.
Padahal, pada hakikatnya perang adalah teror juga. Perbedaan antara perang dan teror hanya sebatas prosedural. Yang pertama legal yang kedua ilegal. Pada faktanya sama saja, berupa pembantaian massal. Dan, karena pembantaian akan menimbulkan trauma dan dendam kesumat yang berkepanjangan maka, tampaknya, teror pun kemungkinan besar tidak atau belum akan lenyap dari muka bumi.
No comments:
Post a Comment
papan tamu